Sultan Ageng Tirtayasa

Lahir : Banten, 1631

Wafat : Jakarta, 1692

Makam : Dekat Masjid Agun, Kesultanan Banten

NAMA kecilnya adalah Abdul Fatah. Ia diangkat menjadi Sultan Banten pada usia 20 tahun dan mendapat gelar Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan rakyat Banten untuk menolak bekerjasama dengan VOC (Belanda) dan melakukan serangan-serangan gerilya terhadap kedudukan Belanda.

Ia juga berhasil membongkar blockade laut Belanda dan melakukan kerjasama dagang dengan bangsa-bangsa Eropa lain seperti Denmark dan Inggris. Banyak kapal dan pekebunan teh VOC yang berhasil dirampas dan dirusak oleh pejuang-pejuang Banten. Hal ini sangat merugikan VOC.

Belanda akhirnya memakai strategi adu domba untuk menundukkan Banten, yakni dengan menghasut Sultan Haji anak tertua Sultan Ageng. Sultan Haji termakan hasutan Belanda dan mengira ayahnya akan menyerahkan kekuasaan kepada Pangeran Purbaya, adik Sultan Haji, sehingga terjadi perselisihan bahkan sampai terjadi peperangan antara ayah dan anak. Kerjasama Belanda dan Sultan Haji akhirnya dapat mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa. Pada tahun 1683, Sultan Ageng Tirtayasa. Pada tahun 1683, Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan dibuang ke Batavia hingga wafat di penjara pada tahun 1692. Sedangkan Pangeran Purbaya menyingkir ke daerah Priangan. Berdasarkan SK Presiden RI No. 045/TK/1970, nama Sultan Ageng Tirtayasa tercatat sebagai pahlawan nasional.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sri Susuhunan Paku Buwono VI

Lahir : Surakarta, 1807

Wafat : Ambon, 5 Juli 1849

Makam : Imogiri, Yogyakarta

MESKIPUN bukan anak dari permaisuri, Paku Buwono VI dapat diangkat menjadi raja. Sesaat sebelum meninggal, ayahnya mengangkat Paku Buwono VI menjadi raja Kerajaan Surakarta pada tahun 1823.

Pada waktu Paku Buwono VI memerintah, pengaruh Belanda sudah amat besar atas kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah, demikian pula di Surakarta. Sehingga sewaktu terjadi perang Diponegoro, Keraton Surakarta tidak dapat berbuat apa-apa untuk membantunya. Bahkan kemudian Paku Buwono VI dipaksa oleh Belanda untuk membantu memerangi Pangeran Diponegoro.

Setelah Perang Diponegoro berakhir, untuk menutupi kerugian besar akibat perang, Belanda justru melakukan tekanan-tekanan terhadap Paku Buwono VI dan Keraton Surakarta. Ia dipaksa untuk menandatangani perjanjian yang merugikan Keraton Surakarta. Paku Buwono VI menolak menandatangani perjanjian yang merugikan Keraton Surakarta. Paku Buwono VI menolak menandatangani perjanjian tersebut. Belanda menjadi kesal, kemudian menganggap Paku Buwono VI sedang menyiapkan pasukannya untuk memberontak.

Kemudian Jenderal Hendrik De Kock selaku pemimpin Belanda saat itu berupaya untuk menundukkan Paku Buwono VI. Berbagai siasat dan tekanan-tekanan dilakukan hingga pada tanggal 6 Juni 1830 Paku Buwono VI pergi ke pemakaman Imogiri untuk berdoa. Belanda menuduh Paku Buwono VI akan menyiapkan pemberontakan. Paku Buwono VI kemudian ditangkap dan diasingkan ke Ambon sehingga wafat pada tahun 1849. Sri Susuhunan Paku Buwono VI dianugerahi gelar pahlawan kemerdekaan nasional SK Presiden RI No. 294/1964.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sisingamangaraja XII

Lahir : Bakkara, Tapanuli, 1849

Wafat : Simsim, 17 Juni 1907

Makam : Pulau Samosir

NAMA aslinya adalah Patuan Besar Ompu Pulo Batu. Nama Sisingamangaraja XII baru dipakai pada tahun 1867, setelah ia diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya yang mangkat. Sang ayah meninggal akibat serangan penyakit kolera.

Februari 1878, Sisingamangaraja mulai melakukan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda. Ini dilakukannya untuk mempertahankan daerah kekuasaannya di Tapanuli yang dicaplok Belanda. Dimulai dari penyerangan pos-pos Belanda di Bakal Batu, Tarutung. Sejak itu penyerangan terhadap pos-pos Belanda lainnya terus berlangsung diantaranya sebagai berikut.

- Mei 1883, pos Belanda di Uluan dan Balige diserang oleh pasukannya Sisingamangaraja.

- Tahun 1884, pos Belanda di Tangga Batu juga dihancurkan oleh pasukan Sisingamangaraja.

Tahun 1907, Belanda berhasil memperkuat pasukan dan persenjataannya. Kondisi ini membuat pasukan Raja Batak ini semakin terdesak dan terkepung. Pada pertempuran yang berlangsung di daerah Pak-pak inilah Sisingamangaraja XII gugur tepatnya pada tanggal 17 Juni 1907. Bersama-sama dengan putrinya (Lopian) dan dua orang putranya (Patuan Nagari dan Patuan Anggi).

Sisingamangaraja kemudian dimakamkan di Balige dan selanjutnya kembali dipindahkan ke Pulau Samosir. Sisingamangaraja dianugerahi gelar pahlawan kemerdekaan nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 590/1961.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Raja Haji Fisabilillah

Lahir : Ulu Sungai, Riau 1725

Wafat : Teluk Ketapang, 18 Juni 1784

Makam : Pulau Penyengat

RAJA HAJI FISABILILLAH diangkat menjadi Yang Dipertuan Muda (YDM) Kerajaan Melayu Riau pada tahun 1777. Sebagai Yang Dipertuan Muda, Raja Haji bertanggung jawab terhadap jalannya pemerintahan di Kerajaan Melayu Riau. Dalam masa pemerintahannya, Kerajaan Melayu Riau berkembang cukup baik.

Akan tetapi, Belanda yang saat itu masih menguasai Malaka, tetap merupakan ancaman bagi kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Sebetulnya pada tahun 1780, Kerajaan Melayu Riau telah mengadakan perjanjian tersebut, peperangan pun tidak dapat dihindari.

Walaupun angkatan laut Belanda mencoba untuk memblokade Riau, terutama Pulau Penyengat sebagai tempat kediaman YDM Raja Haji, armada Melayu Riau dapat dengan mudah menerobos blokade tersebut. Akhirnya, karena selalu gagal menguasai Pulau Penyengat, Belanda menggunakan taktik mengulur-ulur waktu sambil menunggu bantuan yang lebih besar didatangkan ke Perairan Riau. Raja haji kemudian bekerja sama dengan Sultan Selangor untuk memerangi Belanda di Malaka. Untuk menghadapi pasukan gabungan itu, Belanda mendatangkan pasukannya dari Jawa dalam jumlah besar.

Pada tahun 1784, terjadilah pertempuran hebat. Raja Haji yang memimpin sendiri pasukannya di Teluk Ketapang akhirnya tewas terkena tembakan. Semula jenazahnya dimakamkan di Malaka, kemudian dipindahkan ke pemakaman raja-raja Melayu Riau di Pulau Penyengat. Untuk menghormati jasa-jasa Raja Haji Fisabilillah, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 072/TK/1997, Pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepadanya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Radin Inten II

Lahir : Lampung, 1834

Wafat : Lampung, 5 Oktober 1858

Makam : -

SEJAK Radin Inten II dinobatkan sebagai raja di Negara Ratu (Lampung) ia selalu menentang pemerintahan Belanda yang waktu itu telah menguasai sebagian lampung. Tahun 1851, Belanda melakukan serangan ke Negara Ratu, tetapi dapat digagalkan. Kemudian Belanda dan Radin Inten membuat perjanjian damai yang isinya antara lain Belanda mengakui kedaulatan Negara Ratu, sedangkan Radin Inten mengakui pula daerah-daerah kekuasaan Belanda. Ternyata upaya ini hanya merupakan taktik Belanda belaka untuk menyusun kekuatan.

Tahun 1856, Belanda kembali melancarkan serangan secara besar-besaran ke Negara Ratu dan Berhasil menguasai beberapa Benteng pertahanan Radin Inten. Namun Radin Inten tidak berhasil ditangkap oleh Belanda. Secara licik kemudian Belanda berhasil mengajak kerjasama Radin Ngerapat untuk menjebak Radin Inten II.

Tanggal 5 Oktober 1858, Radin Ngerapat berpura-pura mengajak Radin Inten II ke suatu tempat. Tanpa diketahui Radin Inten, tempat tersebut ternyata sudah dikepung pasukan Belanda yang telah bersiap untuk melakukan penyergapan. Radin Inten tetap memberikan perlawanan, namun karena pertempuran tidak seimbang hingga akhirnya ia harus tewas saat itu juga.

Gugurnya Radin Inten II adalah akhir dari perjuangan rakyat Negara Ratu atau Lampung dalam memerangi Belanda. Radin Inten dikukuhkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 048/TK/1998.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pangeran Diponegoro

Lahir : Yogyakarta, 11 November 1785

Wafat : Makassar, 8 Januari 1855
Makam : Makassar

NAMA asli Pangeran Diponegoro adalah Raden Mas ontowiryo. Ia juga bergelar “Sultan Abdul Hamid Herucokro Amirulmukminin Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawi”. Pangeran Diponegoro adalah anak dari Pangeran Adipati Anom (Hamengku Buwono III) dari garwa ampeyan (selir).

Perlawanan Pangeran Diponegoro dimulai ketika dia dengan berani mencabut tiang-tiang pancang pembangunan jalan oleh Belanda yang melewati rumah, masjid, dan makam leluhur Pangeran Diponegoro. Pembangunan jalan ini dilakukan atas inisiatif Patih Danurejo IV yang menjadi antek Belanda. Belanda yang dibantu Patih Danurejo IV kemudian menyerang kediaman Pangeran Diponegoro di Tegalrejo. Sejak saat itu, berkobarlah perang besar yang disebut Perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830).

Belanda sulit mengalahka Pangeran Diponegoro yang menggunakan taktik gerilya. Dengan dibantu oleh Kyai Mojo (Surakarta), Sentot Alibasya Prawirodirjo, Pangeran Suryo Mataram, Pangeran Pak-pak (Serang), Pangeran Diponegoro berhasil memberikan perlawanan yang hebat kepada Belanda.

Belanda telah menggunakan berbagai cara untuk menangkap Pangeran Diponegoro namun gagal. Sampai pada akhirnya digunakan siasat licik dengan berpura-pura mengajak berunding dan berjanji akan menjaga keselamatannya. Namun, ternyata Belanda ingkar janji dan menangkap Pangeran Diponegoro pada tanggal 28 Maret 1830 saat terjadi perundingan di Magelang. Tanpa malu Jenderal Hendrik de Kock menangkap Pangeran Diponegoro agar perang besar di Pulau Jawa tersebut dapat segera diakhiri. Perang Diponegoro telah menimbulkan kerugian yang amat besar bagi Belanda.

Pangeran Diponegoro kemudian dibuang ke Manado dan ditempatkan di Benteng Amsterdam. Namun, empat tahun kemudian ia dipindahkan ke Benteng Rotterdam di Makassar hingga wafatnya dan dimakamkan di Kampung Melayu, Makassar.

Untuk menghormati jasa-jasa Pangeran Diponegoro berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 087/TK/1973, Pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepadanya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pangeran Antasari

Lahir : Banjarmasin, 1797

Wafat : Bayan Begak, 11 Oktober 1862

Makam : Banjarmasin

PERLAWANAN rakyat Banjar terhadap Belanda dimulai saat Belanda mengangkat Tamjidillah sebagai Sultan Banjar menggantikan Sultan Adam yang wafat. Rakyat Banjar dan keluarga besar Kesultanan Banjar, termasuk Pangeran Antasari,menuntut agar Pangeran Hidayatullah, sebagai pewaris sah takhta Kesultanan Banjar, harus menjadi Sultan Banjar. Sejak saat itulah, rakyat Banjar dengan dipimpin oleh Pangeran Hidayatullah, Pangeran Antasari, dan Demang Leman mengangkat senjata melawan Belanda.

Pangeran Antasari berhasil menyerang dan menguasai kedudukan Belanda di Gunung Jabuk. Pangeran Antasari juga menyerang tambang batubara Belanda di Pengaron. Pejuang-pejuang Banjar juga berhasil menenggelamkan kapal Onrust beserta pemimpinnya, seperti Letnan Van der Velde dan Letnan Bangert. Peristiwa yang memalukan Belanda ini terjadi atas siasat Pangeran Antasari dan Tumenggung Suropati.

Pada tahun 1861, Pangeran Hidayatullah berhasil ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Pangeran Antasari kemudian megambil alih pimpinan utama. Ia diangkat oleh rakyat sebagai Panembahan Amiruddin Khalifatul Mu’min, sehingga kualitas peperangan menjadi semakin meningkat karena ada unsur agama. Sayang, Pangeran Antasari akhirnya wafat pada tanggal 11 Oktober 1862 karena penyakit cacar yang saat itu sedang mewabah di Kalimantan Selatan. Padahal, saat itu, ia sedang menyiapkan serangan besar-besaran terhadap Belanda.

Untuk menghormati jasa-jasa Pangeran Antasari berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 06/TK/1968, Pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan kemerdekaan nasional kepadanya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Nyi Ageng Serang

Lahir : Serang, Purwodadi, 1752

Wafat : Yogyakarta, 1838

Makam : Beku, Kulonprogo

NYI AGENG SERANG terlahir dengan nama asli Raden Ajeng (RA) Kustiyah Wulariningsih Retno Edhi. Ia putrid dari Pangeran Natapraja, penguasa daerah Serang, sebuah wilayah terpencil dalam Kerajaan Mataram, Jawa Tengah. Pangeran Natapraja adalah panglima perang Sultan Hamngku Buwono I yang bergelar Panembahan Serang. Kustiyah sejak kecil sudah ikut ayahnya berperang melawan Belanda.

Setelah ayahandanya wafat karena sakit, Kustiyh menggantikan kedudukan sang ayah sebagai junjungan di Serang dan bergelar Nyi Ageng Serang. Selama memimoin, Nyi Ageng dikenal dekat dengan rakyatnya. Ia selalu membantu kesengsaraan rakyatnya dengan membagi-bagikan bahan pangan. Nyi Ageng secara diam-diam juga sering melakukan serangan kecil-kecilan terhadap Belanda dengan menggunakan taktik perang gerilya.

Ketika perang Diponegoro meletus, Nyi Ageng bersama menantunya Raden Mas (R.M) Pak-pak dan pasukan Nataprajan ikut bertempur melawan Belanda. Nyi Ageng bertempur dan memimpin pasukan dari atas tandu karena usianya yang sudah 73 tahun. Setelah 3 tahun ikut bertempur membantu Pangeran Diponegoro, Nyi Ageng akhirnya mengundurkan diri. Perjuangannya kemudian diteruskan oleh menantunya R. M. Pak-pak.

Hingga Nyi Ageng wafat dalam usia 86 tahun, daerah Serang tetap sebagai daerah merdeka. Bahkan pada tahun 1833, pemerintah Belanda memberikan penghargaan kepadanya dan memberikan penghargaan kepadanya dan memberikan tunjangan hari tua sebanyak 100 Gulden tiap bulan. Nyi Ageng adalah salah satu keturunan Sunan Kalijaga. Selain itu, ia juga mempunyai seorang cucu yang juga seorang pahlawan yakni R. M. Soewardi Surjaningrat atau Ki Hadjar Dewantara. Nyi Ageng Serang Dikukuhkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 084/TK/1974.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Nuku Muhammad Amiruddin

Lahir : Soa Siu, Tidore 1738

Wafat : Ternate, 14 November 1805

Makam : Ternate

NUKU MUHAMMAD AMIRUDDIN adalah nama yang diberikan ayahnya sejak kecil. Nuku dan adiknya Kamaluddin adalah anak Sultan Jamaluddin. Tahun 1779, ayahnya Sultan Jamaluddin ditangkap dan dibuang oleh Belanda ke Jakarta.

Belanda kemudian mengangkat Kaicil Gay Jira, yang kemudian digantikan oleh putranya Patra Alam sebagai Raja Tidore. Pengangkatan Kaicil Gay Jira ini ditentang oleh Nuku dan Kamaluddin. Pasalnya, berdasarkan tradisi kerajaan yang berlaku, pengangkatan raja baru harus berdasarkan garis keturunan.

Nuku kemudian menyingkir dan membangun armada kora-kora di seputar Seram dan Irian Jaya. Sebagai pusat kedudukannya dipilih Seram Timur. Sedangkan adiknya, Kamaluddin diangkat Belanda sebagai Sultan menggantikan Patra Alam yang dipecat.

Tahun 1787, Belanda dengan kekuatan besar berhasil menguasai basis pertahanan Nuku di Seram Timur. Nuku berhasil meloloskan diri dan membangun kekuatan baru di Pulau Gorong. Nuku kemudian membuat hubungan timbal balik dengan Inggris. Dari sini, Nuku memperoleh berbagai jenis senjata api sehingga dapat meningkatkan perlawanannya terhadap Belanda. Nuku terus melanjutkan perlawanan dan memperoleh banyak kemenangan.

Belanda cukup kewalahan menghadapi perlawanan Nuku hingga akhirnya mencoba siasat baru. Belanda memprakarsai perundingan antara Nuku dengan Sultan Kamaluddin untuk berbagi kekuasaan. Nuku menolak dan justru semakin meningkatkan perlawanannya, sehingga tahun 1796 Pulau Banda berhasil direbut.

Tahun 1796, Nuku berhasil menguasai kembali Tidore. Sultan Kamaluddin kemudian melarikan diri ke Ternate dan Nuku dinobatkan sebagai Sultan oleh rakyat Tidore. Bulan Januari 1801 Nuku berhasil membebaskan Ternate dari kekuasaan Belanda. Tak lama setelah keberhasilannya menguasai seluruh Ternate dan Tidore, tahun1805 Nuku meninggal dunia. Sejarah mencatat Nuku sebagai pahlawan nasional yang dikukuhkan oleh SK Presiden RI No. 071/TK/1995.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Christina Martha Tiahahu

Lahir : Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800

Wafat : Laut Maluku, 2 Januari 1818

Makam : Laut Maluku

CHRISTINA MARTHA TIAHAHU adalah putrid pemimpin pejuang rakyat Maluku, Kapitan Paulus Tiahahu. Sejalan dengan semakin meluasnya perlawanan yang dilakukan Kapitan Pattimura di Saparua, penduduk di Nusa Laut pun gigih berjuang melawan Belanda. Christina Martha yang saat itu masih amat muda telah ikut berperang mendampingi ayahnya. Christina Martha dan ayahnya juga sempat menguasaimenguasai Benteng Beverwijk.

Belanda kemudian menugaskan perwira angkatan lautnya untuk pergi ke Nusa Laut untuk memerangi pejuang-pejuang di sana. Perlawanan rakyat Nusa Laut akhirnya dapat dipatahkan dan Benteng Berwijk berhasil direbut kembali oleh Belanda pada tanggal 10 November 1817.

Christina dan ayahnya akhirnya dapat ditangkap oleh Belanda. Mereka kemudian diadili dan dijatuhi hukuman. Paulus Tiahahu harus menjalani hukuman tembak mati, sementara Christina Martha dibebaskan karena belum cukup umur. Paulus Tiahahu mengajak putrinya untuk menyaksikan hukuman mati yang akan dijalaninya.

Christina Martha dengan tegar menyaksikan hukuman mati tersebut. Setelah dibebaskan, Christina Martha berupaya untuk melakukan pemberontakan lagi. Akhirnya ia kembali ditangkap bersama 39 orang pemberontak lainnya. Christina Martha kemudian dihukum buang ke Pulau Jawa dengan menggunakan kapal Evertzen.

Di atas kapal, Christina Martha jatuh sakit. Namun ia menolak untuk diberi makan dan diobati oleh Belanda, sehingga akhirnya ia meninggal dalam perjalanan. Jenazahnya kemudian secara diam-diam diturunkan ke laut oleh seorang perwira Belanda yang bersimpati pada perjuangannya.

Untuk menghormati jasa-jasa Christina Martha Tiahahu, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 012/TK/1969, Pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan kemerdekaan nasional kepadanya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

K. G. P. A. A. Mangkunegoro I

Lahir : Kertosuro, 7 April 1725

Wafat : 28 Desember 1795

Makam : -

NAMA kecil dari Kanjeng Gusti Pangeran Aryo Adipati (K. G. P. A. A.) Mangkunegoro I adalah Raden Mas Said. Oleh Belanda ia digelari “Pangeran Samber Nyowo” karena banyak prajurit Belanda yang mati di tangannya. Kebencian Mas Said terhadap Belanda dimulai sejak ayahandanya ditangkap dan dibuang ke Negeri Sri Lanka. Ayahnya oleh Belanda dituduh terlibat dalam rencana pemberontakan untuk melawan Belanda. Hal inilah yang memicu dirinya untuk memberontak dan melawan Belanda yang ketika itu berpengaruh amat besar terhadap kerajaan Mataram.

Mas Said membenci Paku Buwono III (Raja Mataram) karena keberpihakkannya kepada Belanda. Oleh karena itu, Mas Said tidak hanya berperang melawan Belanda, tetapi juga harus menghadapi Paku Buwono III yang dibantu oleh Pangeran Mangkubumi.

Setelah Mas Said berhasil dikalahkan, timbul perselisihan baru antara Mangkubumi dan Paku Buwono III yang dibantu oleh Belanda. Perselisihan tersebut menyangkut janji Paku Buwono III yang dibantu oleh Belanda. Perselisihan tersebut menyangkut janji Paku Buwono III yang akan menghadiahi daerah Masopati kepada Mangkubumi. Janji itu dilanggar Paku Buwono III.

Dari perselisihan tersebut, timbul peperangan antara Mangkubumi dan Belanda. Mangkubumi akhirnya bergabung bersama Mas Said untuk menentang Paku Buwono III dan Belanda. Mas Said yang kemudian menikah dengan putrid dari Mangkubumi juga turut melawan Belanda membantu ayah mertuanya. Selama sembilan tahun mereka bahu-membahu melakukan perlawanan hingga membuat Belanda cukup kerepotan.

Hingga akhirnya pada tanggal 13 Februari 1755, Paku Buwono III, Pangeran Mangkubumi, dan Belanda menandatangani perjanjian Gianti. Isi perjanjian tersebut antara lain menyebutkan Kerajaan Mataram dibagi dua, yakni Kesultanan Surakarta untuk Paku Buwono III, dan Kesultanan Yogyakarta untuk Pangeran Mangkubumi dengan gelar Hamengku Buwono I.

Mas Said merasa ditinggalkan. Kini ia harus menghadapi pasukan gabungan Surakarta, Yogyakarta, dan Belanda. Semula Belanda amat kesulitan menghadapi Mas Said yang ulet dan hebat dalam taktik berperang. Namun karena perang tersebut berlangsung cukup lama, akhirnya pasukan Mas Said menjadi sangat lemah. Kondisi ini memaksa Mas Said untuk menyerahkan diri ke Paku Buwono III dengan syarat ia meminta sebagian daerah yang menjadi haknya.

Paku Buwono III akhirnya setuju, dan menyerahkan wilayah Wonogiri dan sekitarnya kepada Mas Said. Daerah tersebut kemudian diberi nama Mangkunegaran dan Mas Said diberi gelar Kanjeng Gusti Pangeran Aryo Adipati Mangkunegoro I. SK Presiden RI No. 048/TK/1988 mengukuhkan KGPAA Mangkunegoro alias Raden Mas Said sebagai pahlawan nasional.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kapitan Pattimura

Lahir : Saparua, Maluku, 8 Juni 1783

Wafat : Ambon, 16 Desember 1817

Makam : Ambon

BERNAMA asli Thomas Mattulessi, Pattimura pernah mengikuti pendidikan militer saat Inggris berkuasa di Maluku dan memperoleh pangkat sersan mayor. Namun, Belanda kembali berkuasa di Maluku karena terikat pada Konvensi London (13 Agustus 1814), yaitu perjanjian yang mewajibkan Inggris untuk mengembalikan wilayah Nusantara kepada Belanda, termasuk Maluku.

Pada tanggal 14 Mei 1817, seluruh rakyat Saparua bersumpah setia dan mangangkat Thomas Mattulessi sebaga Kapitan Pattimura untuk melakukan pemberontakan terhadap Belanda. Pada tanggal 16 Mei 1817, Pattimura berhasil merebut Benteng Duurstede dan menewaskan Residen Van den Berg. Perjuangan Kapitan Pattimura dibantu oleh Paulus Tiahahu dari Nusa Laut, Anthony Reebook wakilnya di Saparua, dan Kapitan Philip Latumahina.

Akibat pengkhianatan Raja Booi dan politik devide et empera, akhirnya pada tanggal 11 November 1817 Pattimura berhasil ditangkap oleh Belanda. Benteng Duurstede pun kembali direbut oleh Belanda. Pattimura ditangkap bersama pemimpin-pemimpin lainnya dan dijatuhi hukuman mati.

Pada tanggal 16 Desember 1817, Kapitan Pattimura, Anthony Reebook, Philip Latumahina, dan Said Parintah dihukum mati dengan cara digantung di depan Bentang Nieuw Victoria di Ambon. Sementara itu, Paulus Tiahahu dihukum tembak mati di depan rakyatnya di Nusa Laut.

Untuk menghormati jasa-jasa Kapitan Pattimura berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 087/TK//1973, Pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepadanya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

I Gusti Ketut Jelantik

Lahir : Tidak diketahui

Wafat : Bale Pundak, Karang Asem 1849

Makam : Karang Asem

PADA masa itu di Bali terdapat hukum Hak Tawan Karang, yaitu hak untuk menyita dan menguasai kapal-kapal yang terdampar di sepanjang pantai Pulau Bali. Banyak kapal-kapal Belanda yang terkena hukum ini sehingga Belanda merasa amat dirugikan.

Tahun 1843, Belanda memaksa raja-raja Bali untuk menghapuskan hukum Hak Tawan Karang. Namun beberapa tahun kemudian, Raja Buleleng tetap merampas kapal Belanda yang karam di perairannya. Hal inilah yang memicu peperangan antara Belanda dan Buleleng. Peperangan ini akhirnya menyebar hingga ke seluruh Pulau Bali.

I Gusti Ketut Jelantik adalah Patih Agung kerajaan Buleleng yang amat membenci Belanda. Tanggal 27 Juni 1846, Belanda yang amat membenci Belanda. Tanggal 27 Juni 1846, Belanda menyerang Kerajaan Buleleng dan berhasil menduduki istana Buleleng. Raja Buleleng dan Patih Jelantik kemudian mundur ke Jagaraga.

Pada tahun 1849, Belanda kembali menyerang Jagaraga. Tanggal 16 April 1849, Belanda berhasil menguasai Jagaraga. Belanda terus mengejar Patih Jelantik, dan pada pertempuran di perbukitkan Bale Pundak, Jelantik gugur. Patih Jelantik dikukuhkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 077/TK/1993.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cut Nyak Meutia

Lahir : Pirak, Keureutoe, Aceh Utara, 1870

Wafat : Alue Kurieng, 24 Oktober 1910

Makam : Alue Kurieng

AWALNYA Cut Meutia melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama suaminya Teuku Muhammad atau Teuku Cik Tunong. Namun pada bulan Maret 1905, Cik Tunong berhasil ditangkap oleh Belanda dan di hukum mati di tepi pantai Lhoksemawe. Sebelum meninggal, Teuku Cik Tunong berpesan kepada sahabatnya Pang Nagroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.

Cut Meutia kemudian menikah dengan Pang Nagroe sesuai wasiat suaminya dan bergabung dengan pasukan lainnya di bawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Pada satu pertempuran dengan Korps Marsose di Paya Cicem, Cut Meutia dan para wanita melarikan diri ke dalam hutan. Pang Nagroe sendiri terus melakukan perlawanan hingga akhirnya tewas pada tanggal 26 September 1910.

Cut Meutia kemudian bangkit dan terus melakukan perlawanan bersama sisa-sisa pasukannya. Ia menyerang dan merampas pos-pos kolonial sambil bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara. Namun pada tanggal 24 )ktober 1910. Cut Meutia bersama pasukannya bentrok dengan marsose di Alue Kurieng. Cut Meutia akhirnya gugur. Butiran timah panas bersarang di kepala dan dadanya. Cut Meutia dikukuhkan sebagai pahlawan kemerdekaan nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 107/1964.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cut Nyak Dien

Lahir : Lampadang, Aceh 1850

Wafat : Sumedang, 6 November 1908

Makam : Gunung Puyuh, Sumedang, Jawa Barat

CUT NYAK DIEN menikah pada usia 12 tahun dengan Teuku Cik Ibrahim Lamnga. Namun pada suatu pertempuran di Gletarum, Juni 1878, sang suami Teuku Ibrahim gugur. Kemudian Cut Nyak Dien bersumpah hanya akan menerima pinangan laki-laki yang bersedia membantu untuk menuntut balas kematian Teuku Ibrahim.

Cut Nyak Dien akhirnya menikah kembali dengan Teuku Umar tahun 1880, kemenakan ayahnya seorang pejuang Aceh yang cukup disegani Belanda. Sejak itu, Cut Nyak Dien selalu berjuang bersama suaminya (September 1893-Maret 1896). Dalam perjuangannya, Teuku Umar berpura-pura bekerjasama dengan Belanda sebagai taktik untuk memperoleh senjata dan perlengkapan perang lainnya. Sementara itu, Cut Nyak Dien tetap berjuang melawan Belanda di daerah kampung halaman Teuku Umar. Teuku Umar akhirnya kembali lagi bergabung dengan para pejuang setelah taktiknya diketahui Belanda.

Tanggal 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur dalam pertempuran di Meulaboh, namun Cut Nyak Dien tetap meneruskan perlawanannya dengan bergerilya. Ia tidak pernah mau berdamai dengan Belanda yang disebutnya “Kafir-kafir”. Perjuangannya yang berat dengan cara gerilya keluar masuk hutan menyebabkan kondisi pasukan dan dirinya amat menghawatirkan. Cut Nyak Dien akhirnya menderita sakit encok dan matanya menjadi rabun. Merasa kasihan dengan kondisinya demikian, para pengawal Cut Nyak Dien akhirnya membuat kesepakatan dengan pihak Belanda, bahwa “Cut Nyak Dien boleh ditangkap asal diperlakukan sebagai orang terhormat dan bukan sebagai penjahat perang.” Sebagai tawanan, Cut Nyak Dien masih sering kedatanganan tamu-tamu sehingga Belanda menjadi curiga dan akhirnya mengasingkannya ke Sumedang pada tanggal 11 Desember 1905

Cut Nyak Dien akhirnya wafat dipengasingan sebagai pejuang wanita berhati baja dan ibu bagi rakyat Aceh. Pemerintah RI menganugerahi gelar pahlawan kemerdekaan nasional kepada Cut Nyak Dien berdasarkan SK Presiden RI No. 106/1964.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS