Lahir : Tiro, Pidie, 1836
Wafat : Benteng, Aneuk Galong, Januari 1891
Makam : Indrapura, Aceh
SEJAK kecil, Teungku Cik Di Tiro yang bernama asli Muhammad Saman telah terbiasa tinggal di lingkungan pesantren. Di situ ia banyak menimba ilmu dari beberapa ulama terkenal di Aceh. Setelah merasa cukup berguru, Saman menunaikan ibadah haji ke Mekah sekaligus memperdalam ilmu agamanya. Sekembalinya dari Mekah, Saman menjadi guru agama di Tiro hingga kemudian dikenal sebagai Teungku Cik Di Tiro.
Tahun 1873, Saman melakukan perlawanan terhadap VOC yang bermaksud memasukkan Aceh ke dalam wilayah jajahannya. Bahkan pada perang di tahun itu, Panglima Belanda, Mayor Jenderal JHR Kohler tewas dalam suatu pertempuran. Hal ini membuat Belanda marah dan mengirimkan pasukan dalam jumlah yang jauh lebuih besar dan kuat untuk memerangi Aceh.
Mei 1881, benteng Belanda di Indrapuri berhasil direbut pasukan Cik Di Tiro. Tak lama kemudian benteng-benteng Belanda lainnya seperti benteng Lambaro, dan Aneuk Galong juga berhasil direbut. Ketika itu, Belanda sudah sangat terdesak sehingga satu-satunya tempat bertahan Belanda hanya tinggal benteng di Banda Aceh. Daerah yang dikuasai Belanda itu pun hanya tinggal empat kilometer persegi. Hal ini membuat Belanda panik dan kewalahan. Cik Di Tiro memang sulit ditundukkan, dan Belanda selalu mengalami kekalahan.
Menyadari peran vital Cik Dik Tiro sebagai sumber semangat perjuangan rakyat Aceh, Belanda akhirnya menggunakan akal licik untuk membunuhnya. Cik Di Tiro akhirnya berhasil diracun melalui makanannya yang dilakukan oleh kakitangan Belanda. Cik Di Tiro kemudian jatuh sakit dan meninggal dunia di benteng Aneuk Galong pada bulan Januari 1891. Atas jasa-jasanya, Muhammad Saman alias Teungku Cik Di Tiro dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah RI berdasarkan SK.
0 komentar:
Posting Komentar