Lahir : Tanjung Bunga, Pasaman, Sumatera Barat 1772
Wafat : Manado, Sulawesi Utara, 8 November 1864
Makam : Lotan, Manado
NAMA sesungguhnya adalah Muhammad Sahab. Semasa remaja, ia biasa dipanggil dengan nama Peto Syarif. Setelah menuntut ilmu agama di Aceh (1800-1802) ia mendapat gelar Malim Basa. Tahun 1803, Malim Basa kembali ke Minangkabau dan belajar pada Tuanku Nan Renceh. Ia adalah murid kesayangan Tuanku Nan Renceh yang banyak memberi pelajaran ilmu perang kepadanya. Tahun 1807, Malim Basa mendirikan Benteng di kaki Bukit Tajadi yang kemudian diberi nama Bonjol. Sejak itu ia dikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.
Pada waktu itu di daerah Minangkabau sedang terjadi pertentangan yang hebat antara kaum Padri (golongan agama) dengan kaum adat. Tanggal 10 Februari 1821, bantuan kepada pihak Belanda dengan janji menyerahkan seluruh kedaulatan Minangkabau kepada Belanda. Sejak saat itu Perang Padri dimulai.
Untuk memperkuat kedudukannya, Belanda mendirikan benteng Ford van der Capellen di Batu Sangkar dan Ford de Cock di Bukit Tinggi. Tuanku Imam Bonjol yang memiliki banyak pengikut merupakan lawan berat bagi Belanda. Apalagi ketika itu Belanda juga sedang menghadapi perang besar di Pulau Jawa melawan Pangeran Diponegoro (1825-1830). Hal ini membuat Belanda menerapkan taktik berdamai dengan kaum Padri.
Setelah perang Diponegoro berakhir, Belanda kembali menyerang kaum Padri. Sentot Ali Basya, seorang Panglima perang Pangeran Diponegoro yang ditawan Belanda dipaksa untuk melawan kaum Padri. Namun dengan kecerdikannya, Sentot justru berbalik membantu kaum Padri sehingga ia akhirnya kembali dibuang ke Bengkulu. Kegigiha Tuanku Imam Bonjol memaksa Belanda mengerahkan pasukan besar-besaran yang terdiri dari gabungan orang-orang Eropa, Afrika, dan pribumi dari Jawa.
Pada tanggal 16 Agustus 1837, Bonjol jatuh ke tangan Belanda. Keluarga Tuanku Imam Bonjol dibunuh, sedangkan Tuanku Imam Bonjol berhasil melarikan diri dan melanjutkan perang gerilya. Belanda akhirnya menggunakan taktik licik dengan pura-pura mengajak berunding. Tuanku Imam Bonjol diundang untuk berunding di sekitar Bukit Gadang dan Tujuh Lurah. Tuanku Imam Bonjol akhirnya terperangkap dan berhasil ditangkap pada tanggal 25 Oktober 1937, dan ditawan di Bukit Tinggi. Setelah itu diasingkan secara berpindah-pindah mulai dari Cianjur, Ambon dan terakhir di Manado. Tuanku Imam Bonjol akhirnya wafat di Manado pada tanggal 8 November 1864. Pemerintah Ri menganugerahi gelar pahlawan nasional kepada Tuanku Imam Bonjol berdasarkan SK Presiden RI No. 087/TK/1973.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar